Dilihat dari segi bahasa bahwa
Indentitas itu berasal dari bahasa inggris yaitu “Indentity” yang dapat
diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda atau jatidiri. Ciri-ciri itu adalah
suatu yang menandai suatu benda atau orang. Ada ciri-ciri fisik atau non fisik.
Indentity sering diindonesiakan menjadi indentitas atau jatidiri. Indentitas
atau jatidiri, dapat memiliki dua arti ; pertama, yang menunjuk pada ciri-ciri
yang melekat pada diri seseorang atau sebuah benda, kedua, indentitas dapat
berupa keterangan yang dapat menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup.
Indentitas atau jatidiri adalah “pengenalan atau pengakuan terhadap seseorang
yang termasuk dalan suatu golongan dilakukan berdasarkan atas serangkaian
ciri-cirinya.
Menurut Hank Johnston, Enrique
Larana, dan Joseph R. Gusfield. indentitas dibagi dalam dua bagian, yaitu:
indentitas individu dan indentitas kolektif. Sebagaimana kita ketahui bahwa
indentitas atau jatidiri itu ada dalam interaksi, maka dapatlah kita katakan bahwa
jati diri itu diperlukan dalam interaksi. Sebuah interaksi mewujudkan adanya
struktur dimana masing-masing pelaku yang terlibat didalamnya berada dalam
suatu hubungan peranan. Di lain pihak dan pada waktu yang sama, corak peranan
yang dijalankan oleh masing-masing pelaku tersebut tergantung pada corak atau
macam struktur interaksi yang berlaku.
ATRIBUT
INDENTITAS
Atribut adalah segala sesuatu yang tarseleksi, baik disengaja maupun tidak,
yang berguna untuk mengenali indentitas atau jatidiri seseorang atau sesuatu
gejala. Atribut ini bisa berupa ciri-ciri yang menyolok dari benda atau tubuh
orang, sifat-sifat seseorang, pola-pola tindakan atau bahasa yang digunakan.
Corak indentitas seseorang itu ditentukan oleh atribut-atribut yang
digunakan, yaitu supaya dilihat dan diakui oleh cirinya oleh para pelaku yang
dihadapi dalam suatu interaksi, agar indentitas atau peranan seseorang tersebut
diakui dan masuk akal bagi pelaku yang terlibat dalam interaksi tersebut. Ada
indentitas yang tidak dapat diubah, walaupun dapat ditutupi untuk sementara,
dan ada indentitas yang dapat dengan mudah diubah dengan cara memanipulasi atau
mengaktifkan sejumlah atribut yang diperlukan untuk tujuan tersebut.
Atribut-atribut diatur dan dimanipulasi oleh seorang pelaku lainnya dalam
berhubungan dengan orang lain sesuai dengan yang dikehendakinya. Contohnya :
seorang pengemis akan membuat dirinya sebagai seorang pengemis yang patut
dikasihanni orang ramai yang akan menjadi pelaku-pelaku dalam interaksi
dengannya sebagai pengemis.
PENGERTIAN
IDENTITAS NASIONAL
Dunia tanpa batas, itulah yang terjadi sekarang. Dengan pesatnya kemajuan
pada bidang information, communication, and technology (ICT) seluruh dunia
“dipersatukan” dengan tidak mengenal batas ruang teritorial baik darat, udara
maupun laut, bahkan tidka mengenal waktu. Akibatnya warga dunia dapat memiliki
akses terhadap peristiwa yang terjadi di bagian belahan dunia manapun.
Ada banyak manfaat dengan menjadi masyarakat global, di antaranya akses
informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni lebih
cepat. Bahkan bangsa Indonesia sebagai bagian dari bangsa-bangsa di dunia telah
memperoleh manfaat dari kemajuan tersebut. Hampir semua kehidupan membutuhkan
dan perlu dtunjang oleh teknologi. Namun demikan, globalisasi juga membawa
dampak yang cujup serius, misalnya sering disalahgunakannya produk teknologi
untuk kepentingan yang bertentangan dengna nilai-nilai kemanusiaan seperti
merakit bom untuk pemberontakan maupun untuk kegiatan terorisme. Selain itu,
globalisasi dapat mengikis budaya nasional.
Generasi muda dihadapkan pada apa yang disebut dengan global paradoks. Ada
petentangan antara budaya lokal/nasional dengan budaya luar/asing, terutama
budaya secara substansial bertentangan dengna ideologi, norma-norma serta
believe system yang berlaku di Indonesia. Dalam konteks inilah generasi muda
perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan serta pemahaman tentang pentingnya
menjaga identitas kultural bangsa. Tanpa upaya serius untuk mempertahankan
identitas bangsa, tidaklah mustahil bangsa dan negara Indonesia akan kehilangan
jatidiri sebagai bangsa.
Dalam pencaturan global, sebagaimana disinggung di atas, dalam ruang dunia
tanpa batas, sulit untuk dapat membedakan identitas nasional. Bukan saja
identitas nasional suatu bangsa dengan bangsa lainnya yang semakin membaur dan
sulit dibedakan, bahkan identitas individu warganegara pun sekarang sulit
dibedakan, misalnya seorang warga indonesia yang keturunan Arab dan Perancis
dan beragama Kristen. Pada kasus ini, apakah ia akan mengaku sebagai bangsa
Indonesia, Arab atau Perancis? Hal ini karena kepribadian, jatidiri antarbangsa
menjadi berbaur. Hal ini dapat disebabkan karena faktor perkawinan antara
negara bangsa bahkan perkawinan antarkeyakinan/agama.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Bangsa-bangsa maju mengembangkan identtas
secara dinamis membawa nama bangsa tersebut, baik dalam khasanah ilmu
pengetahuan dan teknologi maupun seni. Oleh karena itu bangsa Indonesia yang
juga dinamis dihadapkan pada berbagai persoalan, termasuk persoalan menurunnya
kebanggaan terhadap bangsanya sendiri. Semangat kebangsaan, cinta tanah air
menurun bahkan para pejabat negara yang seharusnya memahami Ideologi Negara
Pancasila malah sibuk memperkaya diri, keluarga atau kelompoknya dengan menyalahgunakan
jabatannya. Dengna demikian bangsa Indonesia perlu kembali memupuk kesadaran
berbangsa dan tujuan hidup bangsanya dna berusaha untuk dapat mewujudkannya.
Sebagai sebuah istilah “Identitas Nasional” dibentk oleh dua kata, yaitu
‘identitas’ dan ‘nasonal’. Identitas dapat diartikan sebagai ciri, tanda, atau
jatidiri; sedangkan nasional dalam konteks ini adalah kebangsaan. Dengan
demikian, identitas nasional dapat diartikan sebagai “jatidiri Nasional” atau
“kepribadian nasional” (Charmin, 2003: 209). Menurut Kaelan (2007: 43) istilah
“Identintas Nasional” secara Terminologi adalah suatu ciri yang dimiliki oleh
suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
lain. Dalam konteks Indonesia, menurut Guneswara,dkk. (2007:27) Identitas
Nasional merupakan manifestasi nilai-nilai budaya yang tmbuh dan berkembang
dalam berbagai aspek kehidupan dari ratusan suku yang “dihimpun” dalam satu
kesatuan Indonesia menjadi kebudayaan nasional dengan acuan Pancasila dan roh
“Bhinneka Tunggal Ika” sebagai dasar dan arah pengembangannya.
Identitas bangsa yang satu dengan yang lainnya tentu saja berbeda. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan latar belakang sejarah, kebudayaan maupun geografi.
Identitas nasional Indonesia terbentuk rakyat Indonesia memiliki pengalaman
masing-masing daerah dalam menghadapi penjajah, timbulah perasaan senasib
berhadapan dengan para penjajah. Perasaan senasib ini mendorong timbulnya
kesadaran bahwa kita memang memiliki banyak perbedaan tetapi perbedaan ini
tidak dapat menutup kenyataan bahwa kita memiliki kesamaan sejarah dalam
melawan penjajah. Pengalaman sejarah inilah yang dapat menambahkan kesadaran
kebangsaan kemudian melahirkan Identitas Nasional.
FAKTOR-FAKTOR
PENDUKUNG KELAHIRAN IDENTITAS NASIONAL
Lahirnya Identitas Nasional suatu bangsa tidak dapat dilepas dari faktor
objektif, yaitu faktor-faktor yang berkaitan dengan geografis-ekologis dan
demografis; dan faktor subyektif, yaitu faktor-faktor historis, sosial, politik
dan kebudayaan yang dimiliki bangsa itu (Suryo dalam Chamim, 2003:210). Selain
itu, menurut Surbakti (1999) faktor-faktor yang diperkirakan menjadi identitas
bersama suatu bangsa meliputi primordial, sakral, tokoh, Bhinneka Tunggal Ika,
sejarah, perkemabangan ekonomi, dan kelembagaan. Pendapat lain dikemukakan
Kaelan (2007: 49) bahwa identitas Nasional terbentu karena dua faktor, yaitu
(i) faktor objektif seperti geografis, ekologis, dermografis, dan (ii) faktor
subyektif ssperti historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki
bangsa Indonesia.
Menurut Abidin, dkk.(2014: 154) lahirnya identitas nasioanl suatu bangsa
tidak dapat dilepaskan dari dukungan faktor objektif, yaitu faktor-faktor yang
berkaitan dengan geografis-ekologis, dan demografis serta faktor subyektif,
yaitu faktor-faktor historis, politik, sosial dan kebudayaan yang dimiliki
bangsa itu.
Kondisi geografis-ekologis yang membentuk Indonesia sebagai daerah
kepulauan yang beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi
antar wilayah dunia di Asia Tenggara ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan
demografis, ekonomis sosial, kultural bangsa Indonesia. Faktor penting lainnya
yang mendorong tumbuhnya kesadaran kebangsaan di Indonesia adalah digunakannya
bahasa Melayu sebagai bahasa kebangsaan. Pencarian identitas Nasional Bangsa
Indonesia pada dasarnya melekat erat dengan perjuangan masyarakat dan bangsa
Indonesia untuk membangun konesp “Indonesia” sebagai atribut terbentuknya
masyarakat dan bangsa yang baru Indonesia modern. Identitas nasional berkaitan
erat dengan dimensi sosial, ekonomi maupun politik.
Menurut Abidin, dkk. (2014: 154) pembentukan identitas dan karakter bangsa
sebagai sarana pembentukan pola pikir (mindset) dan sikap mental serta
memajukan adab dan kemampuan bangsa merupakan tugas utama dari pembangunan
kebudayaan nasional. Berdasarkan pendapat Abidin tersebut, maka yang menjadi
tugas pertama pemerintah adalah terus menerus membina dan mengembangkan
kebudayaan nasional bangsa Indonesia agar senantiasa mewariskan nilai-nilai
luhur budaya bangsa. Dengan demikian, bangsa Indonesia tidak akan tercerabut
dari akat kebudayaan dan kepribadiannya ditengah-tengah globalisasi.
PANCASILA
SEBAGAI KEPRIBADIAN DAN IDENTITAS NASIONAL
Sejak negeri ini diproklamasikan sebagai negara merdeka, kita telah sepakat
menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara.
Konsekuensinya, Pancasila harus terus hidup dalam kehidupan masyarakat, lebih
optimal sebagai kekuatan pemersatu bangsa. Pancasila harus menjadi perekat
perbedaan kultur yang terbangun dalam masyarakat plural. Menjadi ideologi
bersama oleh semua kelompok masyakarakat, bisa juga dimaknai sebagai identitas
nasional yang bisa menjadi media dalam menjembatani perbedaan yang muncul.
Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia, nilai-nilainya sudah ada sejak
zaman dahulu. Adat istiadat, kebudayaan, religi dan praktek kehidupan lainnya
yang sudah ada dan terpelihara dalam kehidupan sehari-hari di konkretisasikan
ke dalam sila-sila Pancasila. Dengan demikian, causa materialis dari Pancasila adalah bangsa Indonesia sendiri
melalui kebudayaan dan kepribadiannya. Pancasila digali dari bangsa Indonesia
sendiri, bukan merupakan jiplakan dari bangsa lain atau hanya merupakan
pemikiran perseorangan. Pancasila berbeda dengan ideologi lainnya seperti
liberalisme yang hanya mengedepankan kebebasan kelimpok. Bangsa Indonesia
memadukan dimensi manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk sosial. The founding father bangsa Indonesia
menyadari akan pentingnya dasar filsafat negara yang dapat diletakkan dalam
konsep bangsa yang berkembang menuju fase nasionalisme Modern.
Kenyataan bahwa Bangsa Indonesia merupakan negara yang majemuk dari
berbagai hal, suku, agama, ras, golongan dan sebagainya memerlukan ideologi
yang dapat menaungi dan melindungi semua komponen bangsanya. Pancasila
hendaknya menjadi “katalis” dari berbagai perbedaan yang ada pada bangsa
Indonesia. Dalam konteks ini Pancasila sangat relevan dijadikan dasar negara
dari pandangan hidup bangsa yang plural seperti Indonesia. Segenap komponen
bangsa Indonesia harus mampu memahami dan menerima keberagaman dalam kebersamaan.
Nilai-nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila yait ketuhanan
(Tuhan), kemanusiaan (manusia), persatuan (satu), kerakyatan (rakyat), serta
keadilan (adil), secara historis sudah ada sejak zaman kerajaan terdahulu,
seperti Kutai, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Banten, dan lainnya.
Dalam implementasinya pada praktek penyelenggaraan negara tidak sedikit
sudah penyimpangan dair nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, seperti
penafsiran yang kabur pada nilai-nilai Pancasila oleh para penyelenggara negara,
dijadikannya Pancasila sebagai “kedok” kekuasaan untuk melegalisasi tindakan
penguasa, dan euphoria demokrasi yang
kebablasan. Perilaku menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam masyarakat,
baik norma hukum, agama, kesopanan, dan norma lainnya bukan saja dilakukan oleh
orang awam yang tidak berpendidikan, bahkan hal ini juga dilakukan oleh orang
terdidik bahkan tidak sedikit pejabat publik yang terkena kasus asusila,
korupsi, terungkap sedang mengonsumsi narkoba dan sebagainya. Oleh karena itu,
perlu upaya sadar dan terencana dari segenap komponen bangsa Indonesia untuk
menjaga eksistensi Pancasila sebagai kepribadian dan identitas Nasional. Tanpa
kemauan dan partisipasi seluruh komponen bangsa Indonesia, tidak mustahil
Pancasila dan nila-nilainya lenyap digerus zaman; Pancasila hanya akan menjadi
hafalan dan pajangan di kantor-kantor pemerintah tanpa makna.
a.
Ketuhanan Yang Maha
Esa
Mengandung pengertian bahwa warga negara percaya dan
takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kepercayaan dan ketakwaan ini bersifat aktif,
sepenuh hati berusaha menjalankan segala Perintah-NYA menurut agamanya
masing-masing.
b.
Kemanusiaan yang adil
dan bearadab
Menunjuk pada identitas bangsa Indonesia akan sikap adil
dan sikap beradab. Adil dalam hubungan kemanusiaan adalah bersikap adil
terhadap diri sendiri, terhadap sesama dan terhadap Tuhan-NYA. Beradab adalah
terlaksananya semua nnsur manusia yang monopluralis.
c.
Persatuan Indonesia
Konsep persatuan Indonesia dinyatakan dalam pembukaan UUD
1945 dalam alinea kedua an keempat.
d.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
Prinsip kerakyatan pada hakikatnya merupakan pelaksanaan
prinsip demokrasi. Demokrasi yang dikembangkan di Indonesia adalah demokrasi
yang berdasarkan Pancasila, yaitu paham demokrasi yang bersumber pada
kepribadian dan falsafah bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang
dalam UUD 1945.
e.
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia
Keadilan berasal dari kata adil yang artinya antara lain
adalah memberikan apa yang menjadi haknya, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan kebenaran dan kejujuran. Dalam
keadilan terdapat adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia bearti adanya keseimbangan antara hak dan
kewajiban di dalam masyarakat.
UNSUR-UNSUR
IDENTITAS NASIONAL
Menurut Ubaedillah, dkk. (2013: 52), secara umum terdapat beberapa unsur
yang menjadi komponen identitas nasional, di antaranya :
1.
Pola perilaku,
adalah gambaran pola perilaku yang terwujud dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya adat istitadat, budaya, kebiasaan, ramah tamah, hormat kepada orang
tua, dan gotong royong merupakan salah satu identitas nasional yang bersumber
dari sifat adat isitadat dan budaya.
2.
Lambang-lambang,
adalah sesuatu yang menggambarkan tujuan dan fungis negara. Lambang ini
biasanya dinyatakan dalam undang-undang, misalnya bendera, bahasa dan lagu
kebangsaan.
3.
Alat-alat perlengkapan, adalah sejumlah perangkat atau alat-alat perlengkapan
yang digunakan untuk mencapai tujuan yang berupa bangunan, peralatan dan
teknologi, misalnya bangunan candi, masjid, gereja, pakaian adat, teknologi
bercocok tanam, dan teknologi seperti kapal laut, pesawat terbang, dan lainnya
4.
Tujuan yang ingin dicapai, yang bersumber dari tujuan yang bersifat dinamis dan
tidak tetap, seperti budaya unggul, prestasi dalam bidang tertentu. Sebagai
sebuah bangsa yang mendiami suatu negara, tujuan bersama bangsa Indonesia telah
tetuang dalam pembukaan UUD 1945, yakni kecerdasan dan kesejahteraan bersama
bangsa Indonesia.
Selain itu, terdapat bermacam bentuk identitas nasional Indonesia, menurut
Winarno (2009: 45-49), yaitu:
1.
Bahasa nasional atau
bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia
2.
Bendera negara yaitu
Sang Merah Putih
3.
Lagu kebangsaan yaitu
Indonesia Raya
4.
Lambang negara yaitu
Garuda Pancasila
5.
Semboyan negara yaitu
Bhinneka Tunggal Ika
6.
Dasar Falsafah negara
yaitu Pancasila
7.
Konstitusi (hukum
dasar) negara yaitu UUD 1945
8.
Bentuk negara
kesatuan Republik Indonesia
9.
Konsepsi Wawasan
Nusantara, dan
10. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan
nasional.
Lebih lanjut Ubaedillah, dkk. (2013: 53) menyatakan bahwa unsur-unsur yang
menjadi identitas nasional adalah sejarah, kebudayaan, suku bangsa, agama dan
bahasa.
Penjelasan mengenai unsur-unsur identitas nasional tersebut dapat
digambarkan berikut:
1.
Menurut sejarah,
sebelum menjadi bangsa Indonesia, dua kerajaan Nusantara, Majapahit dan
Sriwijaya pernah mengalami kejayaan gemilang. Kebesaran dua kerajaan ini sangat
membekas pada semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan perintah
sehingga kemerdekaan dapat dideklarasikan oada tanggal 17 Agustus 1945.
2.
Suku bangsa, yaitu
golongan sosial khusus yang bersifat sekrptif (ada sejak lahir), yang sama
coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat berbagai
suku bangsa seperti suku Sunda, Jawa, Bengkulu, Batak, Dayak, Kubu, Ambon,
Papua, Asmat, Bugis, Dani, Sasak dan sebagainya.
3.
Agama, bangsa
Indonesia merupakan negara yang majemuk dari sisi agama, di Indonesia terdapat
agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, dan berbagai aliran
kepercayaan.
4.
Kebudayaan, yaitu
pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang isinya berupa hasil cipta, rasa,
karsa dan karya seperti sistem pengetahuan, sistem religi, kesenian, teknologi,
mata pencaharian dan sebagainya.
5.
Bahasa, merupakan
sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan
manusia dan yang digunakan sebagai sarana interaksi dan komunikasi
antarmanusia. Di Indonesia terdapat banyak bahasa daerah seperti bahasa Sunda,
Jawa, Melayu, Minagkabau, Lampung, Bengkulu, dan sebagainya. Pada Sumpah Pemuda
1928, perbedaan bahasa daerah tersebut tidak dipersoalkan dengan menyatakan
bahwa bahasa Indonesia adalah satu, bahasa Indonesia.
Keberagaman macam identitas nasional bangsa Indonesia harus disikapi dengan
bijaksana, mengingat keragaman ini merupakan karunia Tuhan yang tak terhingga
nilainya. Tanpa kemampuan menghargai perbedaan maka tidak menutup kemungkinan
bangsa Indonesia suatu saat hanya tinggal kenangan. Bangsa Indonesia memiliki
lebih dari 1.128 suku bangsa (MPR, 2013: 197). Perbedaan suku, agama, ras dan
golongan dapat memicu konflik horisontal. Adapun penyebab konflik menurut
Abidin, dkk. (2014: 275-276) adalah sebagai berikut.
1.
Perbedaan individu,
meliputi perbedaan pendirian dan perasaaan
2.
Perbedaan latar
belakang kebudayaan, sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda
3.
Perbedaan kepentingan
antara individu dengan kelompok
4.
Perubahan nilai yang
cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Berdasarkan penyebab konflik tersebut, kiranya prlu suatu usaha keras dari
setiap individu bangsa Indonesia dalam menyikapi keragaman berbagai aspek
sehingga mampu hidup secara berdampingan tanpa kehilangan jatidiri sebagai
individu dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional. Bhinneka Tunggal Ika
adalah semboyan yang mengungkapkan persatuan dan kesatuan yang berasal dari
kemajemukan. Seluruh komponen bangsa Indonesia harus berpedoman pada Pancasila,
membiasakan bersahabat dan gotong royong, serta mengembangkan sikap saling menghormati
dalam kehidupan sehari-hari.
PROSES
BERBANGSA DAN BERNEGARA
Keberadaan bangsa Indonesia tidak lahir begitu saja, namun lewat proses
panjang dengan berbagai hambatan dan rintangan. Kepribadian, jati diri serta
identitas nasioanl Indonesia dapat dilacak dari sejarah terbentuknya bangsa
Indonesia dari zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya serta kerajaankerajaan lain
sebelum kolonialisme dan imperialisme masuk ke Indonesia. Nilai-nilai Pancasila
sudah ada pada zaman itu, tidak hanya pada era kolonial atau pasca kolonial.
Proses terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut Mohammad
Yamin diistilahkan sebagai fase nasionalisme lama (Kaelan, 2007: 52).
Pembentukan nasionalisme modern menurut Yamin dirintis oleh para tokoh
pejuang kemerdekaan dimulai dari tahun 1908 berdirinya organisasi pergerakan
Budi Utomo, kemudian dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Perjuangan
terus bergulir hingga mencapai titik kulminasinya pada tanggal 17 Agustus 1945
sebagai tonggak berdirinya negara Republik Indonesia (Kaelan, 2007: 53).
Indonesia adalah negara yang terdiri atas banyak pulau, suku, agama, budaya
maupun bahasa, sehingga diperlukan satu pengikat untuk menyatukan keragaman
tersebut. Nasionalisme menjadi syarat mutlak bagi pembentukan identitas bangsa.
Peristiwa Proses Berbangsa
Salah
satu perkataan Soekarno yang sangat terkenal adalah ‘jas merah’ yang maknanya
jangan sampai melupakan sejarah. Sejarah akan membuat seseorang hati-hati dan
bijaksana. Orang berati-hati untuk tidak melakukan kesalahan yang dilakukan
pada masa lalu. Orang menjadi bijaksana karena mampu membuat perencanaan ke
depan dengan seksama. Dengan belajar sejarah kita juga mengerti posisi kita
saat ini bahwa ada perjalanan panjang sebelum keberadaan kita sekarang dan
mengerti sebenarnya siapa kita sebenarnya, siapa nenek moyang kita, bagaimana
karakter mereka, apa yang mereka cita-citakan selama ini. Sejarah adalah ibarat
spion kendaraan yang digunakan untuk mengerti keadaan di belakang kita, namun
demikian kita tidak boleh terpaku dalam melihat ke belakang. Masa lalu yang
tragis bisa jadi mengurangi semangat kita untuk maju. Peristiwa tragis yang
pernah dialami oleh bangsa ini adalah penjajahan yang terjadi berabad-abad,
sehingga menciptakan watak bangsa yang minder wardeh (kehilangan kepercayaan
diri). Peristiwa tersebut hendaknya menjadi pemicu untuk mengejar
ketertinggalan dan berusaha lebih maju dari negara yang dulu pernah menjajah
kita. Proses berbangsa dapat dilihat dari rangkaian peristiwa berikut:
a.
Prasasti Kedukan
Bukit. Prasasti ini berbahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa, bertuliskan
“marvuat vanua Sriwijaya siddhayatra subhiksa, yang artinya kurang lebih adalah
membentuk negara Sriwijaya yang jaya, adil, makmur, sejahtera dan sentosa.
Prasasti ini berada di bukit Siguntang dekat dengan Palembang yang bertarikh
syaka 605 atau 683 Masehi. Kerajaan Sriwijaya yang dipimpin oleh wangsa
Syailendra ini merupakan kerajaan maritim yang memiliki kekuatan laut yang
handal dan disegani pada zamannya. Bukan hanya kekuatan maritimnya yang
terkenal, Sriwijaya juga sudah mengembangkan pendidikan agama dengan
didirikannya Universitas Agama Budha yang terkenal di kawasan Asia (Bakry,
2009: 88).
b.
Kerajaan Majapahit
(1293-1525). Kalau Sriwijaya sistem pemerintahnnya dikenal dengan sistem ke-datu-an,
maka Majapahit dikenal dengan sistem keprabuan. Kerajaan ini berpusat di Jawa
Timur di bawah pimpinan dinasti Rajasa, dan raja yang paling terkenal adalah
Brawijaya. Majapahit mencapai keemasan pada pemerintahan Raja Hayam Wuruk
dengan Mahapatih Gadjah Mada yang tekenal dengan sumpah Palapa. Sumpah tersebut
dia ucapkan dalam sidang Ratu dan Menteri-menteri di paseban Keprabuan
Majapahit pada tahun 1331 yang berbumyi: “Saya baru akan berhenti berpuasa
makan palapa, jikalau seluruh Nusantara takluk di bawah kekuasaan negara,
jikalau Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang
dan Tumasik sudah dikalahkan” (Bakry, 2009: 89).
c.
Berdirinya organisasi
massa bernama Budi Utomo oleh Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang menjadi pelopor
berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional yang lain di belakang
hari. Di belakang Sutomo ada dr. Wahidin Sudirohusodo yang selalu membangkitkan
motivasi dan kesadaran berbangsa terutama kepada para mahasiswa STOVIA (School
tot Opleiding van Indische Artsen). Budi Utomo adalah gerakan sosio kultural
yang merupakan awal pergerakan nasional yang merintis kebangkitan nasional
menuju cita-cita Indonesia merdeka (Bakry, 2009: 89)
d.
Sumpah Pemuda yang
diikrarkan oleh para pemuda pelopor persatuan bangsa Indonesia dalam Kongres
Pemuda di Jakarta pada 28 Oktober 1928.
Peristiwa Proses Bernegara
Proses
bernegara merupakan kehendak untuk melepaskan diri dari penjajahan, mengandung
upaya memiliki kemerdekaan untuk mengatur negaranya sendiri secara berdaulat
tidak dibawah cengkeraman dan kendali bangsa lain. Dua peristiwa penting dalam
proses bernegara adalah sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan sidang-sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI)
a.
Pemerintah Jepang
berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia pada tanggal 24
Agustus 1945. Janji itu disampaikan oleh Perdana menteri Jepang Jenderal
Kunaiki Koisu (Pengganti Perdana Menteri Tojo) dalam Sidang Teikuku Gikoi
(Parlemen Jepang). Realisasi dari janji itu maka dibentuklah BPUPKI (Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada 29 April 1945 dan
dilantik pada 28 Mei 1945 yang diketuai oleh Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat.
Peristiwa inilah yang menjadi tonggak pertama proses Indonesia menjadi negara.
Pada sidang ini mulai dirumuskan syarat-syarat yang diperlukan untuk mendirikan
negara yang merdeka (Bakry, 2009: 91).
b.
Pembentukan PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) setelah sebelumnya membubarkan BPUPKI
pada 9 Agustus 1945. Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno dan wakil ketua adalah Drs.
Moh. Hatta. Badan yang mula-mula buatan Jepang untuk memersiapkan kemerdekaan
Indonesia, setelah Jepang takluk pada Sekutu dan setelah diproklamirkan
Kemerdekaan Indonesia, maka badan ini mempunyai sifat ‘Badan Nasional’ yang
mewakili seluruh bangsa Indonesia. Dengan penyerahan Jepang pada sekutu maka
janji Jepang tidak terpenuhi, sehingga bangsa Indonesia dapat memproklamirkan
diri menjadi negara yang merdeka.
c.
Proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945 dan penetapan Undang undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Peristiwa ini
merupakan momentum yang paling penting dan bersejarah karena merupakan titik
balik dari negara yang terjajah menjadi negara yang merdeka.
POLITIK
IDENTITAS
Politik identitas adalah nama untuk menjelaskan situasi yang ditandai
dengan kebangkitan kelompok-kelompok identitas sebagai tanggapan untuk represi
yang memarjinalisasikan mereka di masa lalu. Identitas berubah menjadi politik
identitas ketika menjadi basis perjuangan aspirasi kelompok (Bagir, 2011: 18).
Identitas bukan hanya persoalan sosio-psikologis namun juga politis. Ada
politisasi atas identitas. Identitas yang dalam konteks kebangsaan seharusnya
digunakan untuk merangkum kebinekaan bangsa ini, namun justru mulai tampak
penguaan identitas-identitas sektarian baik dalam agama, suku, daerah dan
lain-lain.
Identitas yang menjadi salah satu dasar konsep kewarganegaraan
(citizenship) adalah kesadaran atas kesetaraan manusia sebagai warganegara.
Identitas sebagai warganegara ini menjadi bingkai politik untuk semua orang,
terlepas dari identitas lain apapun yang dimilikinya seperti identitas agama,
etnis, daerah dan lain-lain (Bagir, 2011: 17).
Pada era reformasi, kebebasan berpikir, berpendapat dan kebebasan lain
dibuka. Dalam perkembangannya kebebasan (yang berlebihan) ini telah
menghancurkan pondasi dan pilar-pilar yang pernah dibangun oleh pemerintah
sebelumnya. Masyarakat tidak lagi kritis dalam melihat apa yang perlu diganti
dan apa yang perlu dipertahankan. Ada euphoria untuk mengganti semua.
Perkembangan lebih lanjut adalah menguatnya wacana hak asasi manusia dan
otonomi daerah yang memberikan warna baru bagi kehidupan berbangsa dan bernegara
yang menunjukkan sisi positif dan negatifnya.
Perjuangkan menuntut hak asasi menguat. Perjuangan tersebut muncul dalam
berbagai bidang dengan berbagai permasalahan seperti: kedaerahan, agama dan
partai politik. Mereka masing-masing ingin menunjukkan identitasnya, sehingga
tampak kesan ada ‘perang’ identitas. Munculnya istilah ‘putra daerah’,
organisasi keagamaan baru, lahirnya partai-partai politik yang begitu banyak,
kalau tidak hati-hati dapat memunculkan ‘konflik identitas’.
Sebagai negara -bangsa, perbedaan-perbedaan tersebut harus dilihat sebagai
realitas yang wajar dan niscaya. Perlu dibangun jembatan-jembatan relasi yang
menghubungkan keragaman itu sebagai upaya membangun konsep kesatuan dalam
keragaman. Kelahiran Pancasila diniatkan untuk itu yaitu sebagai alat
pemersatu. Keragaman adalah mozaik yang mempercantik gambaran tentang Indonesia
secara keseluruhan. Idealnya dalam suatu negara-bangsa, semua identitas dari
kelompok yang berbeda-beda itu dilampaui, idealitas terpenting adalah identitas
nasional (Bagir, 2011: 18).
Politik identitas bisa bersifat positif maupun negatif. Bersifat positif
berarti menjadi dorongan untuk mengakui dan mengakomodasi adanya perbedaan,
bahkan sampai pada tingkat mengakui predikat keistimewaan suatu daerah terhadap
daerah lain karena alasan yang dapat dipahami secara historis dan logis.
Bersifat negatif ketika terjadi diskriminasi antar kelompok satu dengan yang
lain, misalnya dominasi mayoritas atas minoritas. Dominasi bisa lahir dari
perjuangan kelompok tersebut, dan lebih berbahaya apabila dilegitimasi oleh
negara. Negara bersifat mengatasi setiap kelompok dengan segala kebutuhan dan
kepentingannya serta mengatur dan membuat regulasi untuk menciptakan suatu
harmoni (Bagir, 2011: 20).
Atribut adalah segala sesuatu yang tarseleksi, baik disengaja maupun tidak,
yang berguna untuk mengenali indentitas atau jatidiri seseorang atau sesuatu
gejala. Nasional“ berasal dari bahasa inggris “National” yang berarti sebagai
warga Negara atau kebangsaan. Indentitas nasional berasal dari kata “national
indentity” yang diartikan sebagai kepribadian nasional atau jatidiri nasional.
Indentitas nasional pada hakikatnya merupakan nilai-nilai budaya yang
tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa dengan ciri-ciri khas.
Dengan adanya ciri-ciri khas tersebut maka suatu bangsa berbeda dengan bangsa
lain. Dalam proses pembentukan indentitas nasional bukan sesuatu yang sudah
selesai, tetapi sesuatu yang terbuka dan terus berkembang mengikuti
perkembangan zaman.
Indentitas
juga memiliki ciri-ciri khas yang menunjukan suatu keunikannya serta dapat
membdkan dengan hal-hal lainnya. Eksistensi manusia selain dipegaruhi keadaan
juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya atau pedoman hidupnya. Pada
akhirnya yang menentukan indentitas manusia baik secara individu maupun
kolektif.
DAFTAR PUSTAKA
-
BUKU & MODUL
1.
Damanhuri, M,Pd.
2014, Pendidikan Kewarganegaraan, Serang,
Untirta Press
2.
Muhammad Erwin, S.H.,
M.Hum. 2013, Pendidikan Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Padang, PT. Refika Aditama.
3.
Djoko Santoso, 2012, Buku Modul Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan,
Jakarta, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan.
4.
Dikdik Baehaqi Arif,
2012, Diktat Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan.
-
WEBSITE